Tuesday, March 11, 2008

Memaknai Sabar

Sekitar 3 tahun yang lalu, saya berdiskusi dengan seorang teman yang lebih senior dibandingkan saya. Saat itu yang kami bincangkan adalah mengenai sabar. Teman saya bilang, orang seringkali keliru dalam memaknai kata sabar. sabar selalu identik dengan pasrah, menerima apa adanya. Seperti contoh ketika kita dituduh melakukan sesuatu yang tidak kita lakukan, kita diam. Itu sabar. Atau ketika misalnya kita sakit, kita dianjurkan untuk bersabar. Ketika kita kehilangan orang yang kita cintai kita disuguhi kata sabar oleh semua orang. Ketika kita tidak berhasil mencapai sesuatu yang kita inginkan kita dianjurkan untuk sabar. itulah sabar yang akrab di keseharian kita menerima sesuatu dan pasrah. Tapi sebenarnya, kata sabar itu tidak seperti itu. Menurut hemat saya, seseorang dikatakan sabar itu adalah orang yang menerima keadaan dan tapi tetap berusaha untuk menjadi lebih baik. sebagai contoh ketika seseorang sakit dia terima sakitnya namun tidak lantas berdiam diri menunggu kesembuhan datang akan tetapi tetap berusaha bagaimana agar segera sebagaimana sediakala. Ketika kita tidak berhasil menggapai suatu target, sabart bukan berati hanya menerima namun tetap berusaha meskipun berbagai aral melintang datang menghadang. Begitulah kata teman saya. Saya juga teringatkemuliaan antara orang miskin yang sabar dengan orang kaya yang bersyukur. Orang miskin yang sabar mungkin bukan orang yang pasrah ketika tidak ada lowongan pekerjaan, kemudian memilih jadi peminta-minta. Namun orang miskin yang sabar adalah orang yang tetap berusaha bekerja sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun tidak mencukupi kebutuhan keluarganya. Karena islam, sebagai agama yang menurut saya universal, telah menggariskan bahwa manusia sebagai seorang khalifah di muka bumi ini, diberikan kebebasan untuk memakmurkan bumi, bekerja dengan bekal akal budi yang dimiliknya. Kecuali orang-orang yang renta, dan cacat secara fisik.
Kembali ke konsep sabar Arvan Pradiansyah dalam suatu talk show di radio pernah bilang, bahwa yang namanya sabar adalah menyatukan hati dan pikiran dengan apa yang sedang dihadapi. Sebaliknya orang yang tidak sabar adalah yang tidak bisa menyatukan pikirannya dengan apa yang sedang dihadapi. Misalkan ketika sedang di kantor, memikirkan pulang lewat jalan mana sehingga tidak kena macet. Nah ini kira-kira contoh tidak sabar menurut beliau.

Dulu saya pernah mendengar mengatakan bahwa sabar adalah tingkatan yang paling rendah sebelum mencapai sikap ikhlas dan ridho. Nah lo? Terus sabar gimana dong....

Kalau dihubungkan dengan pendapat teman saya yang diatas seperti apa ya? Hmm mungkin saya bisa menyatukan keduanya. Saya memandang sabar sebagai sebuah sikap dimana kita tetap on the track. Misalkan sabar ketika ditinggalkan orang-orang tercinta, kita dikatakan sabar jika bisa menerima hal itu dan dapat kembali melanjutkan hidup seperti sebagaimana biasa. Ketika sakit, sabar kita berusaha agar dapat sembuh sebagaimana biasa. Sabar ditempat kerja berarti kita dapat melakukan segala aktiftas sesuai schedul dan target yang diberikan dengan penuh konsentrasi. Demikian juga sabar ketika kita difinah, kita bisa menunjukkan bahwa kita tidak bersalah tanpa perlu membalas dendam, atau sabar dalam mencapai suatu tujuan adalah tetap semangat dengan rencana-rencana yang kita susun agar tujuan kita tercapai. Gitu kali ya.....

Bagaimana dengan sabar dalam shalat? ya tetap on the track dengan jalan memusatkan pikiran agar bisa khusuk, bukankah inti sholat ada pada khusu'nya bukan sholatnya. Dan sabar itu sangat mulia, karena Allah selalu beserta orang-orang yang sabar. Amiin

No comments: