Monday, February 26, 2007

Demokrasi, Ekonomi dan Pandangan Islam about It

Hari ini editorial media indonesia mengutip pernyataan Budiono dalam orasi ilmiah terkait dengan pengukuhannya sebagai guru besar di Universitas Gajah Mada. Isu yang diangkat mengaitkan antara ekonomi dan politik, yaitu tentang hubungan antara proses demokrasi. Menurutnya, demokrasi di Indonesia saat ini belum berada pada zona aman. Demokrasi Indonesia yang tergolong terbesar di dunia masih memerlukan waktu yang cukup panjang untuk mencapai zona aman. Dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 7% per tahunnya dan dengan laju pertumbuhan penduduk 1,2% setahun, diperkirakan pendapatan per kapita tumbuh sekitar 5,8% setahun. Dengan data tersebut, maka diperlukan waktu sekitar 9 tahun lagi bagi Indonesia untuk mencapai zona aman demokrasi.
Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar didunia yang mayoritas muslim, maka tentunya akan menjadi suatu prestasi terbesar dan membanggakan bila dapat menjadi suatu negara demokrasi. Namun demokrasi ini tentunya perlu didukung oleh kestabilan ekonomi.Karena jika tanpa disertai kemapanan dalam perekonomian hal ini akan merusak proses demokrasi itu sendiri. Kita dapat belajar dari pengalaman Indonesia sewaktu mengalami krisis. Krisis ekonomi yang terjadi di kwartal ke empat 2007 pun akhirnya menjatuhkan rejim yang berkuasa. Karena pentingnya kestabilan ekonomi dalam mendukung demokrasi maka proses demokrasi yang menghambat pertumbuhan ekonomi harus dihapuskan. Sehingga perlu keseimbangan antara teknokrasi dan demokrasi.
Keseimbangan teknokrasi dan demokrasi ini oleh Media Indonesia dijabarkan lebih dalam dan lebih taktis. Presiden selaku kepala eksekutif, hendaknya berani mengambil langkah-langkah teknokrasi di bidang ekonomi yang semakin rasional dan DPR diminta untuk menghormati kebijakan teknokrasi yang diambil cabinet.
Membaca ini sekilas mengingatkan saya akan pemikiran Amartya Sen. Peraih nobel ekonomi di tahun 2001 (kalo ga salah). Amartya Sen juga mencoba melihat keterkaitan antara demokrasi dengan tingkat kemiskinan di suatu negara. Menurutnya, jika suatu negara memiliki indeks demokrasi yang semakin tinggi maka semakin baik proses redistribusi pendapatan yang berlangsung. Sehingga tingkat kemiskinan di negara demokrasi idealnya semakin rendah.
Saya kemudian mulai mempertanyakan bagaimana Islam memandang demokrasi. Dari hasil diskusi saya dengan orang-orang yang saya anggap kompeten, maka saya pun mencoba untuk menuliskannya. Bagaimanapun, Islam adalah agama yang menjunjung tinggi suatu proses demokrasi. Penghargaan Islam atas demokrasi dilihat dari ayat yang terkait dengan musyawarah. Allah menurunkan surat tersendiri untuk musyawarah yaitu Asy Syuura, tepatnya ada di ayat ke -38, disana dikatakan sebagai berikut: “ Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan sholat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. “
Ayat lain tentang musyawarah tertera juga dalam Surat Ali Imran ayat 159, yang menyatakan “ Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, Karena itu, maafkanlah mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada –Nya.”
Meski demikian demokrasi dalam islam berbeda dengan demokrasi ala barat. Demokrasi islam adalah demokrasi yang sesuai dengan nilai-nilai syariah Islam sebagaimana termaktub dalam Al Quran dan hadits. Sehingga dikenal dengan istilah Theo Demokrasi atau Demokrasi Theisme atau demokrasi ketuhanan, dimana proses demokrasi maupun hasil kesepakatan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai syariah. Contohnya, keharaman khamar dalam al quran sudah jelas sehingga tidak perlu dimusyawarahkan lagi boleh tidak mengkonsumsi khamar.
Proses musyawarah dilakukan hanya untuk hal-hal yang memang tidak ditemukan dalam al quran atau hadits proses penyelesaiaannya. Sehingga yang namanya shuratic process (proses menemukan kesimpulan terbaik) Menurut mashudul Alam Choudury atau Ijtihad Jama’I paling banyak dilakukan untuk hal-hal yang terkait dengan ibadah muamalah. Untuk ibadah yang sifatnya ubudiyah, proses ini sangat jarang ditemukan bahkan hampir tertutup. Kegiatan musyawarah pun hanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kapasitas, kapabilitas dan juga kompetensi di bidang yang terkait, dikenal dengan istilah dewan shuro.
Bagaimana hubungan shuratic process ini dengan ekonomi? Tentunya sangat erat, karena kegiatan ekonomi dalam Islam adalah bagian dari ibadah muamalah. Dalam keputusan ekonomi tentunya perlu dilakukan shuratic process untuk hal-hal yang tidak diatur dalam alquran dan alhadits. MUngkin tulisan ini masih perlu disempurnakan. Tapi tidak hari ini karena saya cuaapek banget (hehehhe, kalau ini ikutan style teman saya yang berinisial MA). Mudah2 an dia ga baca ya……he he

Sunday, February 25, 2007

Acara Pengukuhan Guru Besar UI

Sabtu kemarin, saya diminta atasan saya untuk menghadiri pengukuhan kedua orang temannya sebagai guru besar di Fakultas Ekonomi Univesrsitas. Mulanya saya enggan untuk masuk. Begitu mendapatkan bahan orasi saya mau langsung cabut. Alasannya Cuma satu “Saya minder” Tapi pikiran saya kemudian berubah. Saya kemudian bertanya dalam hati “Kenapa saya harus tidak masuk?” Bukankah ini suatu kesempatan bagi saya untuk melihat secara langsung acara pengukuhan guru besar di Universitas Indonesia. Bukankah tidak semua orang punya kesempatan seperti saya? Alasan minder? Kenapa harus? Akhirnya dengan segenap keberanian saya paksakan diri saya untuk masuk ke dalam aula FKUI.

Di pintu masuk dicegat. HP dan kunci harus dikeluarkan! Hehehe saya nyengir dalam hati. Tau sendiri kan HP saya seperti apa? Asli HP anti copet banget. Sekali lagi hati saya menjawab, “Bodo amat!” akhirnya dengan cueknya saya keluarkan HP anti copet saya. Tidak saya pedulikan pandangan petugas di pintu masuk dan terus masuk ke dalam yang ternyata sudah 90 persen penuh. Sekali lagi tidak berani menatap ke sekeliling. Hihihihi saya jalan dan tunduk.

Akhirnya setelah rombongan wapres tiba acara di mulai. Sepintas saya teringat dengan ucapan Pak Mustafa, waktu dia ke Kamboja katanya PM jalan tanpa pengawal. Barusan saya lihat pengawal presiden sekitar 10 orang yang ikut masuk belum lagi yang berjaga-jaga di luar. Sampe ring berapa ya pengawalannya?

Ketika rombongan guru besar UI masuk semua hadirin di minta untuk berdiri. Acara di pimpin langsung oleh rector. Yang pertama kali dikukuhkan adalah Pak Suroso. Setelah itu beliau diminta untuk menyampaikan orasinya. Tema yang diusung adalah Etika dalam Keuangan. Dalam orasinya ini beliau mengatakan bahwa saat ini dalam hal keuangan orang tidak lagi memiliki nilai-nilai etika dan cenderung mengabaikan tanggung jawab sosialnya. Untuk mendapatkan kemapanan financial. Contohnya dengan menyimpan uang dengan praktik riba, kita cenderung untuk mengharapkan imbal hasil yang tinggi tanpa memikirkan orang lain yang menderita kerugian. Upaya untuk menghasilkan profit yang tinggi dengan cara beroperasi yang efisien seringkali menimbulkan banyak kerugian. Seperti upah yang murah, kerusakan lingkungan, penghematan bahan baka, pengurangan biaya maintenance sehiingga dampak yang kita rasakan akhir-akhir ini seperti kecelakaan yang terjadi di semua lini transportasi diduga karena kita terlalu mengejar efisiensi dan mengabaikan tanggung jawab kita serta hak dari orang lain. Gencarnya sejumlah perusahaan dalam melakukan aksi corporate social responsibility (CSR) seringkali didasari oleh motif sebagai pengurang pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah, menurutnya ini adalah salah satu tindakan tidak etis dalam hal keuangan.

Orasi kedua disampaikan oleh Dr Susiyati Bambang Himawan. Tema yang diusung adalah Desentralisasi dan Upaya untuk Meningkatkan Pelayanan di Sektor Publik. Menurutnya, salah satu tujuan dari desentralisiasi adalah untuk semakin meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Bahkan lebih jauh dengan adanya desentralisasi dapat mengeliminasi kemiskinan di Indonesia. Meskipun pada kenyataannya desentralisasi fiscal dinilai belum berhasil karena banyaknya ketidaksesuaian kondisi ideal dengan yang terjadi di lapangan.

Thursday, February 22, 2007

Zakat dalam Pendapatan Nasional

Bagaimana fungsi zakat dihubungkan dengan pendapatan Nasional? Setidaknya ada dua pandangan mengenai hal ini. Pandangan pertama, menganggap bahwa zakat setara pajak sebagai pengurang pendapatan disposable, sehingga jika pendapatan dipotong pajak, maka disposable income akan semakin kecil dan dampaknya akan mengakibatkan nilai konsumsi yang semakin kecil pula. Pandangan kedua, memperlakukan zakat sebagai bagian dari pengeluaran konsumsi. Pandangan ini didasari oleh pemikiran bahwa konsumsi seorang muslim dibagi atas 2 yaitu konsumsi yang sifatnya dunia dan juga konsumsi yang sifatnya akhirat. Dalam konsumsi akhirat ini termasuk diantaranya zakat, wakaf, sedekah dan lainnya.
Bagaimana efek zakat terhadaap mpc. Dengan mengambil pendekatan kedua sebagai landasan berfikir, maka hasil penelitian yang dilakukan oleh Fahim Khan menunjukkan bahwa pembayaran zakat akan meningkatkan mpc dan jika ini dikaitkan dengan multiplier maka semakin besar mpc maka akan semakin besar multiplier. Sehingga dengan semakin banyak zakat maka efeknya terhadap pendapatan nasional akan semakin meningkat. Bagaimana mekanismenya? Digalakkannya zakat akan maka sebagian belanja konsumsi mustahik diberikan kepada muzakki. Dengan demikian belanja konsumsi muzakki akan meningkat. Tidak hanya dihabiskan untuk konsumsi dampak zakat lainnya adalah digunakannya dana zakat oleh muzakki untuk menabung dan berinvestasi sehingga pendapatannya menjadi meningkat dan hal ini akan merubah status muzakki menjadi mustahik, dari kelompok miskin menjadi kelompok tidak miskin. Karena dalam islam sangat jelas batasan miskin dilihat dari nisab. Jika pendapatan berada di atas nisab maka termasuk kelompok mustahik (wajib zakat) dan bila di bawah garis nisab maka masuk dalam kelompok miskin dan wajib mendapatkan zakat (wajib menerima zakat). Allahua'lam bisshowab .

Seminar MES Februari

Seminar bulanan MES pada bulan ini bertempat di menara BTN, sekaligus dengan acara perayaan HUT BTN ke 57. Dalam acara ini tampil ibu Siti Fadjriah sebagai keynote speech dan sambutan oleh ketua MES Aries Mufti. Isu yang dilontarkan adalah tentang kemungkinan merger bank BUMN, yang mana jika dimerger maka share pasar akan menjadi 37 %, dan ini menyalahi aturan KPPU. Isu dari pihak BUMN sebagian akan dijual ke asing, benarkah?
Menurut Ibu Siti Fadjriah, bank yang melayani usaha kecil dan mikro (BRI kali ya) tidak akan di merger....wait n see.
Acara ini bertemakan tentang PEMBENAHAN MANAJEMEN PERBANKAN SYARIAH DLM MENGHADAPIINDSUTRI PRBANKAN 2010. Acara ini dibagi kedalam 2 sesi. Sesi pertama seminar dan diskusi yang dimoderatori oleh bapak M Syakir Sula, dan hadir sebagai pembicara antara lain Hannawidjaya, Iqbal Lantaro dan juga Rizqullah. Sesi kedua masih dimoderatori oleh orang yang sama hanya saja sesi kedua ini diisi dengan acara bedah buku Bank and FinancialInstitution Management; Conventional &Sharia yang ditulis oleh bapak Prof.Dr.Veitzhal Rivai(Penulis). Sebagai pembahas antara lain : Pror.Dr.SofyanS.Harahap (Guru BesarUniv.Trisakti/Ketua MES) dan .Ir.Adiwarman A.Karim,SE,MBA,MAEP (Predir KBC/Ketua MES). Menurut pemaparan penulis buku yang ditulis setebal 1400 itu dikerjakan selama setahun dan dibantu oleh anak dan keponakannya. Ada beberapa kritik yang dilontarkan oleh pembahas seperti sedikitnya bahasan tentang syariah, dan tidak ada pemaparan peran bank sentral dalam kacamata islam, sedangkan kritik dari Adi Warman karim adalah banyak informasi yang sudah tidak up todate seperti masalah undang-undang yang sudah tidak berlaku, masalah penulisan daftar pustaka yang tidak tercantum dan lainnya.

Wednesday, February 21, 2007

International Roundtable Discussion tentang arsitektur Perbankan Syariah di Indonesia

Pagi tadi ada acara roundtable discussion di Bank Indonesia terkait dengan arsitektur perbankan Bank Indonesia. Sebagai keynote speech dalam acara ini adalah bapak Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah. Dalam sambutannya beliau mengatakan bank syariah meskipun saat ini sharenya masih kecil dalaml perbankan nasional namun memiliki dampak yang luar biasa terutama dalam menjalankan fungsi intermediasi. Lebih dari itu, bank syariah tumbuh secara cepat dalam 5 tahun terakhir. Karenanya, Bank Indonesia sebagai Bank SEntral merasa perlu untuk memberikan ruang yang lebih besar untuk pengembangan industri perbankan ini. Salah satu wujud kepedulian perbankan syariah adalah dengan membuat program percepatan pertumbuhan perbankan syariah yang dikenal dengan program akselerasi , dimana sampai dengan tahun 2008 ditargetkan share perbankan syariah mencapai 5 persen dari total perbankan nasional. Beberapa upaya yang dilakukan antara lain dengan melakukan sosialisasi yang melibatkan akademisi, praktisi, maupun alim ulama. Hal lain yang dilakukan adalah dengan dukungan regulasi, dan pengembangan sumber daya insani (SDI).

Acara ini terdiri atas dua sesi. Sesi pertama dihadiri oleh 3 orang pembicara yaitu Bapak Triono Widodo dari Direktorat Riset dan Kebijakan Moneter, kemudian bapak Edy Setiadi dari DBPS dan satu lagi sebagai pembahas dari draft arsitektur perbankan syariah Indonesia yaitu Bapak Mohammad Obaidullah dari IRTI. Bapak Triono Widodo memaparkan bagaimana perkembangan ekonomi Indonesia dari sisi makroekonomi. Masalah utama yang dibahas adalah kondisi perekonomian di Indonesia, dimana pertumbuhan ekonomi tidak memberikan dampak positif pada kondisi perekonomian yang low investmen, low labor absorption. Semuanya dikarenakan AS yang rigid, sehingga sedikit perubahan agregat demand akan berdampak kepada inflasi yang tinggi.

Pak Edi Setiadi memaparkan tentang blue print arsitektur perbankan syariah indonesia, yang berisi tentang tantangan ekonomi makro, A brief on Indonesia Islamic Banking INdustry dan BLue print. Dalam Blueprint ini ditegaskan target bank syariah sampai dengan tahun 2005 antara lain; kepatuhan kepada prinsip syariah, kehati-hatian, menciptakan industri perbankan syariah yang kompetitif dan efisien, stablilitas yang sistemik dan bermanfaat bagi masyarakat, SDM yang kompeten, dan memaksimalkan fungsi sosial (microfinance, dan kaum dhuafa).

Dengan bertujuan kepada falah dan berlandaskan kepada ahlak dalam tingkat mikro diharapkan dapat menciptakan pelaku-pelaku bisnis yang amanah, fathonah, shiddiq, tabligh dsb sehingga dalam level makro tercipta kondisi yang jauh dari unsur spekulasi dan gharar, berkembangnya sistem bagi hasil dan investasi, fungsi sosial yang semakin meningkat sehingga tercapai kondisi ekuilibrium perekonomian. Selanjutnya dilakukan analisis swot terhadap arsitektur perbankan syariah untuk melahirkan sejumlah inisiatif (langkah-langkah strategis).

Dari IRTI mengomentari tentang Arsitektur perbankan syariah Indonesia. Beberapa hal yang dikomentari adalah masalah keterkaitan antara sektor riil dan moneter, masalah riba dan spekulasi dan dampaknya terhadap perkembangan makroekonomi, masalah kompetensi bank syariah, SDM dan juga microfinance dan voluntary sektor.

Sesi pertama ini dimoderatori oleh Bapak Wimboh Santoso. Sesi pertama diakhiri oleh dua babak Tanya jawab. Babak pertama ada 3 pertanyaan. Penanya pertama Bapak Sofyan Syafri Harahap. Ada 3 pertanyaan yang masing-masing ditujukan kepada tiga penanya. Pertanyaan pertama terkait dengan masalah kondisi perekonomian makro dengan sejumlah masalahnya, bagaimana pemakalah melihat prospek ekonomi islam untuk dapat berkontribusi dalam memecahkan masalah ekonomi Indonesia secara makro? Apakah ada kemungkinan untuk mengganti bank konvensional dengan bank syariah? Kepada penyaji dari Direktorat perbankan syariah (dalam hal ini Pak Edi Setiady) ditanyakan bagaimana seandainya pemilik bank syariah bukan muslim, bagaimana kebijakan BI? Karena dikhawatirkan akan terjadi kebijakan-kebijakan yang tidak islami. Pertanyaan ketiga ditujukan kepada Bapak Mohammad Obaidillah: ditanyakan apakah IDB punya rencana membuat sebuah arsitektur perbankan syariah internasional karena selama ini kita mengetahui masing-masing Negara memiliki model sendiri-sendiri seperti model Malaysia, model timur tengah dan sebagainya. Bagaimana kita mengintegrasikan hal ini?
Pertanyaan kedua terkait dengan masalah pentingnya perubahan mental birokrat dalam upaya restrukturisasi perekonomian nasional. Kemudian bagaimana mengaitkan microfinance dengan poverty alleviation dan juga bagaimana bank Indonesia menempatkan lembaga keuangan non bank dalam arsitektur perbankan syariah?
Sesi kedua, dilanjutkan dengan presentasi dari IRTI-IDB yaitu tentang ISFID (islamic financial services industry development) atau ISFID, ten year framework. Presentasi kedua oleh Direktur Kebijakan Pembiayaan Islam, Dahlan Siamat. Sesi kedua dimoderatori oleh Dadang Muljawan. Presentasi di sesi II diakhiri oleh tanya jawab yang secara umum menilai bahwa departemen keuangan kurang bahkan tidak mendukung BI dalam mengembangkan sistem keuangan syariah di Indonesia. Jawabannya, BI independen sedangkan Departemen Keuangan memiliki banyak keterkaitan dengan bagian lainnya.

Monday, February 19, 2007

Seminar Intermediasi Perbankan dan Sektor Riil

Hari ini ada seminar tentang intermediasi perbankan dan sektor riil di universitas Yarsi, Cempaka Putih Jakarta Pusat. Idealnya ada 4 pembicara dalam acara ini, yaitu Mr. Sugeng dari Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, Anggito Abimanyu dari Departemen Keuangan, Mustafa Edwin mewakili program pasca sarjana KTTI, dan juga M. Luthfi dari BKPM. Dari 4 orang ini ternyata hanya ada 2 orang yang hadir yaitu Sugeng dan MEN. Hasil dari seminar ini antara lain, bahwa upaya untuk menstabilkan perekonomian nasional itu mahal, setidaknya dibutuhkan biaya 200 juta untuk membayar suku bunga. Menurut Pak Sugeng, aksi spekulasi di Indonesia sangat liar, dan seringkali mengganggu kestabilan moneter. SEdikit saja perubahan suku bunga maka terjadi capital outflow. Contoh paling nyata, sebelum krisis Indonesia menerapkan sistem nilai tukar mengambang, kemudian karena cadangan devisa tidak cukup kuat untuk memback up inflasi yang terus terjadi, maka sistem nilai tukar berubah menjadi manage exchange rate. Pada saat ini aksi spekulasi terus marak sehingga pada akhirnya cadangan devisa tidak mampu untuk menahan inflasi sehingga diterapkan sistem nilai tukar mengambang. Kenapa di Saudi Arabia inflasi hampir 0 persen? karena di saudi menerapkan nilai tukar yang bersifat fixed. Arab saudi memiliki cadangan devisa yang cukup besar baik dari hasil minyak maupun dari kegiatan haji, sehingga laju inflasi bisa ditekan...
Mengenai upaya untuk mengurangi dana idle di BI dalam bentuk SBI, saat ini mulai dipikirkan bagaimana menerapkan SBI dalam jangka panjang. Sehingga bank akan berfikir disalurkan atau disimpan di SBI. Apakah SBI mungkin untuk dihapuskan? Jawabannya mungkin cuma perlu dipikirkan bagaimana model penggantinya.
Bagaimana dengan bank syariah? BAnk syariah adalah bank yang berpraktik sesuai dengan syariah Islam. Dalam Islam uang sebagai alat tukar yang sifatnya flow harus dialirkan di sektor riil sehingga tidak boleh ada dana idle. Dalam Islam, tambahan yang terjadi tanpa adanya aktifitas di sektor riil sama dengan riba. Hal ini yang menjadi dasar mengapa bank syariah harus menyalurkan dana pihak ketiga ke sektor riil. Sehingga secara teori perbankan syariah akan menjalankan fungsi intermediasi secara lebih baik.

Thursday, February 15, 2007

Membaca dan Berwawasan

Hari ini dan dua hari yang lalu saya menjadi juri olimpiade ekonomi syariah di acara second yang diselenggarakan anak-anak fossei. Mulanya ga pede, tapi setelah diyakinkan akhirnya saya berani juga tampil sebagai juri dan bisa memberikan beberapa komentar. Melihat mereka, ada rasa iri di dalam hati, mereka muda-muda, energik dan berwawasan luas. Hal yang terakhir mungkin perlu digaris bawahi. Berwawasan luas bukan anugerah yang jatuh dari langit. Ia harus diusahakan. Dengan banyak cara: mendengar, melihat, membaca, mengkaji dan memikirkan. Ada 5 M. Dari 5 ini ada aktifitas yang sepertinya agak terabaikan.
Rasanya dalam beberapa bulan terakhir aktivitas membaca saya agak menurun. Alasan sibuk, capek, dikejar deadline dan sebagainya muncul jadi PEMBENARAN. Padahal aktivitas saya menuntut saya untuk selalu memiliki banyak wawasan. Hm, ibarat sapi saya cuma diperah susunya tapi ga pernah dikasih makan. Air dalam gelas, kalau terus-terusan diminum dan ga pernah diisi pasti akan habis. Ngeri rasanya membayangkan otak saya kering kerontang, seperti sawah yang retak-retak pada musim kemarau. hiiiiiiii serem! so, kesimpulannya? BACA itu HARUS!!!!!!!!!