Tuesday, February 26, 2008

Seorang anak dengan kompeng di Busway

Saya sempat menyesal mengapa memilih untuk naik busway ketimbang naik kereta dalam perjalanan dari Depok ke Jakarta. Tadinya saya takut kelamaan nunggu kereta, maklum jadwal kereta yang kadang tepat namun lebih sering telat. Akhirnya saya pun memilih busway dengan harus ke Pasar rebo terlebih dahulu. Ternyata si Mr. B tak kunjung datang. Jalan dari Kampung rambutan kea rah Pasar Rebo pun tersendat. Setelah sekian lama akhirnya Mr. B yang ditunggu pun datang. Alhamdulillah masih dapat duduk sesuai dengan harapan di awal, kondisi ini agak menghibur.
Seperti biasa saya suka lihat sana sini, kalau kebetulan tidak bawa buku untuk di baca. Di depan seorang Bapak berdiri. Beliau membawa paying lipat. Kemudian paying lipatnya dimasukkan ke dalam kantong. Ternyata musim hujan, kantong tidak hanya menyimpan dompet, hp tapi juga payung.
Di antara mereka yang duduk di deretan bangku di depan saya, seoang ibu memangku anaknya. Anaknya menurut saya sudah tidak lagi kecil. Mungkin sudah diatas 3 tahun. Namun anehnya si anak masih mengisap kompeng. Hmmm, saya jadi teringat dengan salah satu tayangan reality show di metro Teve tentang The Nanny 911 di Minggu sore beberapa waktu yang lalu, seoang anak yang diatas 1,5 tahun (atau 1 tahun ya?) sepertinya sudah tidak pantes untuk pakai kompeng. Karena hal ini akan mempengaruhi kemandirian mereka. Itu mungkin benar, kalau saya perhatikan tingkah anak yang dipangku ibunya, meskipun masih kecil tapi sangat kelihatan ketidakmandirian si anak. Semuanya ingin dilayani. Bawaannya ngambek dan maunya serba dilayani. Saya tidak tahu bagaimana hubungan antara kompeng dengan kemandirian. Namun mungkin perlu diteliti lebih dalam. Terus terang ini mengurangi rasa menyesal saya nunggu busway yang lama, karena mengingatkan saya akan sesuatu yang mungkin akan berguna buat saya di suatu hari nanti.

Lansia, Cucu dan Kebenaran

Sore tadi, pada acara presentasi riset unggulan di kampus UI Depok, salah satu topic penelitiannya adalah tentang bagaimana melibatkan lansia dalam budidaya mikroalga, sekaligus berapa besar potensi ekonomi yang bisa didapatkan. Menurut Reviewer yang menarik dari topic ini adalah pemberdayaan lansianya. Di Indonesia, lansia masih dianggap tidak berdaya, merepotkan dan tidak memiliki kontribusi terhadap perekonomian. Hal ini berbeda dengan kondisi di negara lain seperti Jepang, Singapura, atau negara lain, dimana lansia diberdayakan untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya positif.

Ada yang menarik dari apa yang disampaikan oleh Ary Suta, bahwa dirinya juga mencemaskan, seperti apa nanti masa tuanya. Menurutnya, menjadi lansia harus memiliki daya tarik. Karena kalau lansia tidak memiliki daya tarik, cucu tidak akan datang. Tapi kalau seorang lansia memiliki daya tarik, maka cucu-cucu akan datang dengan sendirinya. Dan daya tarik seorang lansia itu terletak pada yang namanya uang dan derivasinya. Hal ini tidak bisa dipungkiri, karena inilah kenyataannya saat ini. Hiii saya jadi teringat dengan anak sepupu saya yang tidak mau diajak ke rumah kakeknya karena alasan rumah kakeknya jelek. Saya pun jadi teringat dengan Bapak, akankah saya mampu mendidik anak-anak yang tidak melihat segala sesuatunya dari materi? Mengingat saat ini setiap orang dijejali dengan materialisme dari mulai bayi sampai lansia. Saya juga jadi memikirkan, seperti apa hari tua saya nanti? Apakah hanya menyusahkan atau justru bisa memberikan manfaat sampai dengan akhir kehidupan ini.

Kembali kepada penelitian tentang mikroalga, ternyata mikro alga memiliki banyak manfaat. Selain sebagai salah satu sumber energi alternative untuk bioenergi, tumbuhan ini juga dapat dimanfaatkan untuk kosmetik, suplemen makanan dan dapat menyerap polutan (udara yang kotor). Berdasarkan informasi tanaman ini sangat mudah dikembangbiakkan dan sangat subur jika dikembangkan dengan menggunakan limbah WC rumah tangga. Mungkin ini salah satu kemahabesaran Tuhan, kotoran yang kita keluarkan pun masih memiliki manfaat dalam keberlangsungan ekosistem di sekitar kita. Benar kata seorang Profesor yang pernah memberikan mata kuliah pada pelatihan penulisan proposal beberapa saat lalu. Kita mungkin tidak bisa menemukan Tuhan di dunia ini, namun salah satu cara untuk menemukan Tuhan adalah dengan menemukan semakin banyak kebenaran. Dan mencari kebenaran adalah proses yang terus menerus. Salah satu caranya adalah dengan meneliti dan terus meneliti...

Friday, February 22, 2008

Cerdas

Disadari atau tidak, terkadang karena sesuatu dan lain hal kita seringkali menjadi tidak cerdas dalam hidup ini. Kalau saya biasanya panik seringkali menjadi penyebab yang membuyarkan semuanya. Contohnya, suatu hari saya mencoba menghubungi seseorang untuk menginformasikan sesuatu, karena tidak bisa dihubungi saya sms, apakah bisa di call? Ternyata lagi di luar negeri..Hmm, saya janji akan menghubungi setelah dia kembali ke tanah air. Dan ketika hari itu datang saya lupa dan jadilah informasi itu terlewat begitu saja. Padahal informasi itu mungkin penting artinya bagi seseorang itu. Saya mencoba berfikir mundur, seandainya waktu itu saya informasikan saja hal tersebut via sms tanpa harus telp mungkin masalahnya selesai. Tapi itulah yang saya katakan, kita atau saya seringkali bertindak kurang cerdas.
Kemarin suatu kasus, saat kehilangan dompet di Bajaj. Ketika saya mencoba menelusuri dan mencari info tentang bajaj yang membawa saya, saya dapat informasi bahwa sopir Bajaj sudah melapor ke Satpam. Ketika hal itu saya konfirmasi ke satpamnya, Dia jawab tidak ada, tapi salah seorang petugas karcis parkir nyeletuk, "Tadi memang Ada, sopir Bajaj bawa Dompet ke sini, Namun saya (petugas parkir) bilang, "Ga ada yang kehilangan Bang" ......Jadi Si Abang Bajajnya pergi karena keburu ada penumpang" .....Seketika saya ternganga. Kenapa jawaban yang dilontarkannya seperti itu. Seandainya petugas parkir tersebut, mau sedikit saja berempati membuka dompet itu pasti dia akan menemukan identitas saya yang ada logo kampusnya ...:(
Ya...itulah salah satu contoh kurang cerdas yang merugikan orang lain dan itu juga alasannya mengapa kita harus berfikir cerdas dan bertindak cermat, tidak hanya dalam ujian kualifikasi tapi juga dalam ujian hidup keseharian. :)

Negara Prosedural

Hari ini saya merasa bahwa negara ini adalah negara yang sangat prosedural, kaku dan tidak pada tempatnya. Kemarin saya dengar dari orang, tapi hal ini saya alami sendiri siang ini ketika hendak mengurus surat keterangan hilang di kantor polisi. Paginya, dompet saya terjatuh di bajaj, pada saat saya akan membayar bajaj. Setelah melakukan urusan blokir memblokir urusan selanjutnya adalah melapor ke polisi untuk meminta surat keterangan hilang. Tapi apa yang terjadi? Petugas polisi yang melayani masyarakat meminta identitas saya. kebetulan saat itu saya tidak punya identitas apapun karena semuanya ada di ATM. Tapi si Pak Polisi ngotot dan tidak bisa membuat surat keterangan hilang. Minimal minta surat RT dan Kartu Keluarga. Surat keterangan RT siang2 begini? Pastilah Pak RT nya bekerja karena negara belum bisa membayar gaji seorang RT, kartu keluarga? berarti saya kan harus pulang ke rumah. Sementara saya butuh surat keterangan hilang yang cepat agar bisa mengurusATM dan sebagainya................
Saya bilang, " Kok Bapak mempersulit masyarakat" Jawabnya ini masalah prosedural bukan mempersulit. Ya, ini prosedural yang menyulitkan jawab saya sambil pergi. Bayangkan betapa susahnya hanya untuk mengurus surat keterangan hilang. Saya bayangkan bagaimana orang-orang yang nasibnya yang jauh tidak beruntung dibandingkan saya, Mungkin akan diperlakukan lebih buruk lagi....Begitukah pelayanan? Apa iya prosedur seperti ini benar?
Mungkin bukan hanya masalah ini saja prosedur di Indonesia berbelit-belit. kemarin ketika ada acara FGD pengusaha sepatu. salah satu manager di Perusahaan sepatu X cerita bahwa prosedur untuk meminta surat keterangan sangat berbelit. Misalkan dalam mengurus surat keterangan impor, Untuk mendapatkan bayaran dari pihak importir di negara tujuan butuh yang namanya cargo receipt, Cargo receipt ini baru bisa dikeluarkan kalau ada keterangan (form) dari Departemen Perdagangan, dan surat dari Depdag ini baru bisa didapatkan setelah ada BL, yang hanya bisa dikeluarkan jika kapal yang membawa barang sudah berangkat. Padahal kapal berangkat tidak bisa dipastikan, harus menunggu muatan atau jadwal keberangkatan yang tidak bisa setiap saat. Bayangkan dengan cashflow perusahaan, kalau ternyata kapal masih harus menunggu sebulan dua bulan :p.
Kasus lain, untuk mengurus legalitas usaha yang syaratnya harus ada NPWP, NPWP yang syaratnya hrus ada surat ket A keterangan B, dsb....duh repot deh. Tapi inilah potret Indonesia, negara saya ......... katanya Right or Wrong is my country :(

Saturday, February 16, 2008

ketika sakit

Siapapun yang pernah merasakan sakit, pasti akan merasakan bahwa sakit itu tidak enak. Minimal, ketika sakit datang, kita tidak bisa melakukan aktifitas seperti biasa. Belum lagi kepada hal lain-lain seperti badan yang tidak enak, pegal, tidak selera makan, dsb dsb........Itu, makanya sehat menjadi sesuatu yang harus disukuri. Sehat merupakan nikmat yang luar bisa, namun seringkali kita sepelekan. Sringkali kita mengukur bahwa yang namanya rezeki itu harus berbentuk materi, padahal kesehatan mental maupun fisik merupakan aset untuk melakukan banyak hal, termasuk salah satunya adalah mencari rezeki di bumi Allah.
Kembali kepada sakit, kenapa sakit? Ada beberapa hal. 1) sakit merupakan akibat dari kelalaian kita dalam memberikan hak jasad kita secara adil, sehingga mengganggu keseimbangan tubuh. 2) sakit bisa jadi peringatan baik pada kita atau keluarga kita atas sesuatu kesalahan yang mungkin kita lakukan, dan yang 3) sakit merupakan media, untuk membersihkan diri, karena ketika kita sakit dosa-dosa kita dilebur, dan ini merupakan nikmat dari tidak enaknya sakit yang kita rasakan.
Namun sebagai manusia normal tentunya kita lebih memilih sehat, karena kita bisa melakukan lebih banyak hal termasuk beribada. Namun ketika kita sakit pun kita bisa melakukan banyak hal termasuk beribadah, dengan istighfar, dzikir dan bersyukur karena diberikan nikmat untuk melebur dosa kita kepada Sang Pencipta :)

Tuesday, February 05, 2008

Menulis itu tidak lebih mudah dari sekedar mengkritik....

Lama sudah saya tidak mengupdate tulisan di blog ini. Hampir setahun, 9 bulan tepatnya. Banyak hal yang ingin dituliskan, tapi begitu banyak juga hambatan untuk melakukannya. Jujur saja, bukan sesuatu yang mudah untuk menulis. Berbicara jauh lebih mudah.
Makanya saya sangat apreciate kepada orang yang bisa membuat buku. Apalagi yang bukunya best seller. Satu hal yang dapat saya nilai dari mereka, kecintaan mereka dalam menulis (entah apapun motifnya) telah mengalahkan yang namanya malas dan sebangsanya.
kebanggaan, kekaguman dan takzim saya kepada ilmuwan muslim dengan karya mereka yang best of the best seller. kelebihan mereka, adalah menguasai lebih dari satu bidang ilmu. Ya, politik, ekonomi, sosial, kedokteran, astronomi, namun tetap menempatkan agama sebagai inti dari semua ilmu. Terlebih kepada mereka-mereka yang telah meriwayatkan hadits, mereka-mereka yang hapal dengan bagian-bagian Al Quran sehingga dapat kembali menuliskannya menjadi sebuah mushaf agung yang otentik.
Sebaliknya saya sangat sebel bahkan teramat sebal dengan orang-orang yang bisanya cuma ngomong, ngeritik, tapi tidak bisa menunjukkan bahwa dia bisa melakukan lebih baik yang dikritiknya. Ya, seperti halnya penonton sepak bola. Tapi jujur saja orang-orang seperti inilah yang banyak ditemukan di negeri kita, dan kebiasaan ini harus segera di rubah.