Saturday, May 12, 2007

Cantik dan Kapitalisme

Sekilas memang mungkin akan sangat jauh mengaitkan antara cantik dan kapitalisme. Namun di era globalisasi ini apa sih yang ga mungkin, jarak anta kutub aja bisa sangat dekat, apalagi cuma antara cantik dengan kapitalisme. Sistem pasar bisa menjadikan keduanya menjadi dekat, bahkan teramat dekat. Kok bisa? Mari kita bahas.

Saat ini, ketika kita berbicara tentang cantik pasti selalu akan merujuk ke makhluk yang berjenis kelamin wanita. Kayaknya belum ada tuh bicara cantik yang ditujukan kepada kaum adam. Nah ketika orang disuruh membuat semacam persepsi tentang apa itu cantik, maka saat ini orang umumnya akan membuat sebuah ilustrasi bahwa cantik itu identik dengan putih, mulus, langsing, rambut lurus, semampai. trus apa lagi ya, setidaknya itu. Nah cantik yang demikian itu kan cantik sesuai yang diiklankan oleh media ataupun produk-produk kecantikan.
Karena cantik selalu merujuk kepada kriteria-kriteria di atas, maka walhasil orang berlomba-lomba untuk memakai produk-produk kecantikan yang bisa bikin putih, bikin mulus, bikin langsing, bikin ga jerawaratan. Nah disini nih, dengan menjual isu cantik, orang-orang jadi sangat tergantung pada produk-produk kecantikan, make up, perawatan diri, alat pelangsing dll. Bahkan mantan puteri Indonesia, Artika Sari Devi konon di bayar 1 M dengan mengiklankan produk pelangsing tubuh dari singapura yang pembayarannya boleh dicicil sekian ratus ribu setiap bulannya. Dengan menjual cantik seorang wanita rela menghabiskan uangnya beratus-ratus ribu setiap bulannya ke salon-salon kecantikan dan juga untuk belanja produk-produk kecantikan. Huah, suatu jumlah yang mungkin akan sangat banyak nilainya bagi seorang pemulung jalanan yang mungkin hanya bisa mendapatkan uang dibawah 10 ribu per hari dari hasil mengumpulkan barang bekas....ironis kan......

Disadari atau tidak, tema tentang cantik telah dieksploitir sedemikian rupa oleh kaum kapitalis sehingga dengan demikian mereka bisa memasarkan produk kecantikan dari ujung rambut ke ujung kaki dan mengeruk keuntungan sebesar mungkin. Sesuatu yang secara natural memang telah menjadi impian seorang wanita untuk menjadi cantik, dieksploitis demi keuntungan bisnis kaum kapitalis. Bahkan saat ini segelintir kaum adam pun mulai terjebak dalam gaya hidup yang agak feminin (ke salon, perawatan, memakai produk perawatan tubuh dan wajah untuk menunjang penampilan), wooooow.

Kembali kepada konsep cantik, seandainya cantik identik dengan putih, mulus dan berrambut lurus, alangkah malangnya mereka yang terlahir menjadi orang papua, atau orang kulit hitam, tentu dengan kriteria tersebut, perempuan-perempuan papua atau kulit hitam tidak ada yang cantik. Hmm, kalaupun mereka memakai pemutih berkilo-kilo kulit mereka ga akan putih tuh, terus apa mereka mau terlahir jadi kulit hitam....di dunia ini ada hal-hal yang tidak bisa kita pilih ketika kita lahir, termasuk salah satunya ras, warna kulit, cantik atau jelek, hidung mancung dan pesek dan juga orang tua. Kalau setiap orang bisa milih tentunya akan memilih terlahir berkulit putih, jadi anak milyuner, terlahir cantik dan berhidung mancung. Tapi sekali lagi itu semua bukan pilihan. Sama halnya ketika seorang terlahir menjadi seorang anak pemulung siapapun tentunya tidak ingin terlahir dalam keadaam seperti itu.

So? apakah dengan demikian seorang muslimah ga harus cantik? Hmm bagaimanapun islam mengakui adanya kesengangan dunia termasuk hal-hal yang terkait dengan kecantikan ini. Bahkan cantik merupakan salah satu dari kriteria yang disyaratkan Rasulullah dalam memilih istri. nah berarti harus cantik. Tapi jangan lupa, cantik bukan yang utama karena kata nabi jika ingin selamat dunia akhirat maka pilihlah yang takwa. Bahkan, Allah pun dalam sekian ayatnya menegaskan bahwa terlepas dia menciptakan laki-laki dan perempuan dari berbagai suku dan bangsa yang paling mulia adalah orang-orang yang paling takwa.

Dalam Islam, perempuan disuruh dandan untuk menyenangkan hati suami (Tau kan kalau suami itu pasti laki-laki, dan sudah sunnatullah bahwa seorang lelaki itu suka dengan wanita, apalagi yang cantik). dan menyenangkan suami adalah suatu ibadah. Nah, sekarang kita bisa mulai bisa menarik suatu benang merah dari hal ini. Antara cantik, taqwa dan ibadah menjadi suatu variabel antara yang ada di antara keduanya. Menjadi cantik adalah sesuatu yang syar'i jika cantik diniatkan untuk menyenangkan hati suami dan ini merupakan suatu ibadah yang akan membawa kepada taqwa. Nah, boleh cantik asal ga sampe boros dan berlebih-lebihan :), karena kalau boros udah bertentangan dengan alquran selain menghabiskan dompet suami.

Ada hal lain, untuk mengurangi dampak negatif kapitalis yang mengeksploitir cantik sehingga kita tidak terjebak dalam gaya hidup yang hedonis dan konsumtif, mungkin kita perlu meredefinisi ulang tentang cantik. Banyak sisi positif yang bisa kita ambil dari hal ini. salah satunya bagi mereka yang tidak terlahir cantik (menurut pandangan awam) menjadi tidak minder dan menyesali diri (example, kok Tuhan ga adil ya menjadikan saya lebih jelek, dll etc) dan yang kedua, hal ini bisa meningkatkan intelektualitas kaum perempuan sehingga lebih excellence.

Bagaimana kita menilai suatu kecantikan? Mungkin kita bisa melihat bahwa cantik bermula dari hati yang bersih, tulus dan penuh belas kasih. Kebayang ga sih bagaimana seandainya seseorang yang berwajah cantik tapi hatinya penuh dendam dan juga berhati kejam?

Setelah itu kita dapat melangkah ke hal-hal lain, yang merupakan implementasi dari sikap tulus seperti tangan yang suka menolong, bibir yang selalu mengutarakan kata-kata yang baik, mata yang menyiratkan rasa cinta kepada sesama. Hal lain adalah bagaimana seorang perempuan terlihat elegan ketika dia smart dan memiliki pandangan dan pengetahuan yang luas. Dengan punya banyak pengetahuan dan ketrampilan seorang wanita tidak hanya elegan tapi juga punya sikap, mandiri dan kepribadian. (saya jadi ingat, waktu saya kecil, saya pernah membaca sebuah prinsip seorang bintang film hollywod terkenal, Jodie Foster, menurutnya dia tidak terlalu cantik makanya harus pintar, terus terang kata-kata itu selain membuat saya kagum dengan Jodie, jga memiliki suatu pengaruh yang luar biasa bagi saya untuk bisa pinter karena kalau mau dibandingkan dengan Jodie Foster yang mengaku tidak cantik saya masih jauh lebih tidak cantik, heheheheh). Nah untuk punya keahlian, pengetahuan dan ketrampilan ini bukan bawaan lahir melainkan suatu pilihan yang bisa diusahakan. Tergantung seberapa besar usaha dan kerja keras kita untuk mencapainya.

Apakah hanya cantik saja yang bisa menyenangkan hati suami? Agaknya dijaman yang terus berubah ini, seorang istri selain cantik juga harus pinter. Kenapa? bukankah seorang ibu itu merupakan guru pertama bagi anak-anaknya, bagaimana menghasilkan anak yang cerdas kalau gurunya tidak cerdas. Hanya dengan susu tidak cukup menjadikan seorang anak menjadi cerdas :). Selain itu, menurut MB, suami teman saya, seorang istri juga harus bisa mengikuti perkembangan pemikiran suaminya, kalau ga jangan salahkan kalau suami punya WIL (wanita idaman lain) gara-gara istrinya ga bisa diajak curhat tentang kerjaan dll. Bukankah selingkuh berawal dari curhat? hehheehe, setuju ga?

Monday, April 16, 2007

Depend On

Ketergantungan atau istilah kerennya depend on, pada awalnya mungkin adalah sesuatu yang manusiawi, sunatullah dan fitrah bagi kita sebagai manusia. Dengan berbagai kelemahan kita sebagai manusia kita tidak bisa untuk melakukan segala sesuatunya sendiri - All by my self -. Kita ga bisa menanam padi sendiri untuk kemudian panen sendiri, sehingga untuk beras kita tergantung pada petani, kilang padi, dan juga pedagang. Kita juga ga bisa menangkap ikan sendiri di laut untuk memenuhi kebutuhan kita akan protein sehingga kita juga membutuhkan nelayan. Begitulah dengan keterbatasan kita kita membutuhkan manusia lain. Namun membutuhkan orang lain mungkin akan beda konteksnya dengan bergantung kepada orang lain.

Mungkin akan sangat tipis perbedaan antara kita membutuhkan orang lain dengan bergantung kepada orang lain. Ketika kita bergantung kepada orang lain, kita ga bisa apa-apa ketika orang tempat kita bergantung ga ada. Ibaratkan saja kita bergantung di atas satu cabang pohon jambu, maka ketika cabang itu ditebang maka kita ga bisa lagi bergantung untuk berayun-ayun.

Dalam keseharian, disadari atau tidak mungkin kita telah terjangkiti dengan virus yang namanya tergantung ini. Seperti saya misalnya, ga bisa kerja tanpa musik.....wah bahaya atau seseorang yanng tidak bisa kerja kalau tidak minum kopi atau merokok. Sebagian kita mungkin butuh kopi karena seperti apa yang pernah saya baca, kopi dapat membantu kerja jantung, entah dari apanya saya lupa....mungkin kita juga butuh musik untuk menyeimbangkan otak kita, tapi kalau kita sudah bergantung pada musik atau kopi untuk beraktifitas tentunya bukanlan sesuatu yang baik. bagaimana pun bersikap berlebihan itu bukan sesuatu yang baik dalam segala hal. dan ketika telah ada rasa ketergantungan, maka terjadi kelebihan kebutuhan sehingga terjadilah yang namanya ketergantungan.

Pengalaman saya dalam menjalani suatu hubungan, sejujurnya saya pernah sangat tergantung kepada seseorang. Bagaimana akibatnya? ketika seseorang itu pergi dari kehidupan saya, saya pun harus menata ulang kehidupan sedikit jalan hidup yang porak poranda. Itu konteks individu, dalam konteks kehidupan bernegara pun ketergantungan berdampak tidak baik terutama dalam kemandirian suatu bangsa dalam mengambil suatu keputusan. Mungkin kasus indonesia, bisa jadi contoh :)

Hmmm, yah begitulah. Akhirnya saya pun memiliki suatu pandangan tentang ketergantungan ini, Ketika kita masih kanak-kanak dan belum dewasa kita memang dibenarkan untuk bergantung kepada kepada kedua orang tua kita, namun ketika kita telah dewasa, dan wajib pula bagi kita hukum syara' maka mestinya kita tidak bergantung kepada sesuatu atau sesiapa secara berlebihan, karena di dunia ini tidak abadi, dan satu-satunya yang abadi adalah kembali kepada Allah, sang pencipta. Bukankan dalam surat Al Ikhlas telah berkata Allah bahwa kepada Nyalah tempat bergantung segala sesuatu, bukan kepada sesuatu, dan bukan pula kepada seseorang.

Di sadari atau tidak, ketika kita bergantung kepada selain Allah, maka di situ Allah cemburu, kenapa kita bergantung kepada sesuatu yang Gaharu, kenapa kita bergantung kepada sesuatu yang tidak kekal, sesuatu yang tidak abadi, sesuatu yang tidak pasti? Pada saat inilah sebenarnya kita telah melanggar hak-hak Allah untuk kita cintai dan untuk tidak kita sekutukan dengan apapun. Allahu'alam.

Sebait pintaku ya Allah biarkanlah hanya diriMu tempat aku menggantungkan segala harapan, asa cita-cita, mimpi dan semuaNya, dan kubiarkan diriMu memilihkan apa-apa yang terbaik untukku, setelah aku berusaha untuk memilih yang terbaik untuk suatu keridhoan Mu

Thursday, April 12, 2007

Seberapa besar.............................

Minggu yang lalu, ketika saya berkesempatan untuk pulang ke kampung halaman, saya mendapati banyak hal yang jadi bahan pemikiran. Pertama tentang kekesalan saya pada kedisiplinan yang tidak pada tempatnya. Hal ini terjadi ketika saya berada di atas damri yang akan membawa saya ke bandara. Saat itu damri telah penuh, namun mengapa ga berangkat juga, padahal beberapa penumpang memiliki waktu check in yang terbatas. Alasannya waktu keberangkatan damri telah ditetapkan setengah jam sekali. Walah.....kok untuk ginian disiplin sih. Padahal kalau damri sudah penuh, penumpang juga ga bakalan naik terus untuk apalagi nunggu? Hal lainnya adalah pemadaman listrik secara bergilir di kampung halaman saya. Alasannya untuk penghematan dan efisiensi. Hmm kasus yang sama pernah saya hadapi waktu setahun se tengah yang lalu saat saya berada di Makassar. Apakah pernah diperhitungkan berapa kerugian ekonomi yang bakal dialami jika listrik ga nyala. Apakah kerugian itu sama besarnya dengan penghematan yang dilakukan? atau justru lebih besar? Hmmm lantas kalau belum ada penelitian ini mengapa pemerintah melakukan hal ini. Satu hal yang jelas ada di benak saya adalah bahwa hak publik di negara ini sangat tidak diperhatikan. Dari mulai transportasi (darat, laut dan udara), komunikasi, bahkan juga hak hidup mungkin.

Yang saya pahami setelah membaca artikel tentang ekonomi islam, bahwa fungsi negara adalah ntuk menegakkan syariah (ingat 5 maqashid syariah: agama, jiwa, akal, keturunan dan harta). Sehingga karena negara bertujuan untuk menegakkan syariah maka segala kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan masyarakat untuk dapat mewujudkan syariah pun harus difasilitasi. Dari sinilah timbul yang namanya sistem jaminan sosial dalam Islam, dimana negara memberikan fasilitas kebutuhan fisik (sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan bahkan biaya nikah). Karena ketika kebutuhan2 ini tidak terpenuhi, maka masyarakat tidak dapat terpenuhi, dampaknya masyarakat tidak dapat beribadah dengan tenang, dan syariah pun tidak terwujud.

Di Indonesia, kebutuhan untuk pangan saja sangat susah. Sangking susahnya (harga beras mahal;red) beberapa bagian masyarakat terpaksa makan nasi aking. Kebutuhan beras semakin besar kenapa? Penduduk bertambah, konversi lahan meningkat, dan tidak ada keanekaragaman pangan, karena masyarakat papua yang biasa makan umbi-umbian pun telah dicekoki dengan beras. Dengan lahan yang semakin terbatas dan juga teknologi pertanian yang jalan di tempat sehingga hasil panen segitu-gitu saja, belum lagi karena kondisi lain yang tidak diperhitungkan so, pemerintah pun melakukan impor beras. Namun impor beras pun bukan menjadi jawaban karena toh harga beras masih mahal.

Pangan saja mahal, apalagi sandang apalagi pendidikan. TK aja biayanya selangit, belum lagi kalau sakit. Sampai muncul jargon "orang miskin dilarang sakit". Boro-boro pemerintah menanggung biaya menikah seperti yang dilakukan pada masa jaman pemerintahan Khalifah Umar in Abd Aziz. Sehingga kalau kita lihat banyak orang yang hidup bersama sekian tahun karena ga sanggup menikah, itu dosa siapa? Bagaimana peran pemerintah? Terus bagaimana tanggung jawab kita sebagai makhluk sosial ? Ah rasanya pusing memikirkan ini semua. yang jelas bagi saya saat ini hanya satu: Pemerintah tidak pro rakyat dan artinya juga tidak pro syariah. So?

Banyak hal yang bisa kita lakukan, kita punya wakaf, kita punya zakat, namun seberapa besar itu sudah dialokasikan ntuk masyarakat miskin? seberapa efektif dana-dana CSR telah dikelola untuk kepentingan masyarakat? Dan kita juga perlu bertanya kepada diri sendiri, seberapa peduli kita kepada masyarakat tidak beruntung d sekeliling kita dan seberapa siap kita berbagi kepada mereka ...........................................

Tuesday, March 27, 2007

Musibah dan Nikmat

Pengantar: Ini merupakan posting tertunda karena berbagai faktor, ya sibuk, ya capek, ya males, dll......berikut isinya. Selamat menikmati

Pagi tadi, selepas subuh saya mendengar acara kuliah subuh. Intinya adalah bagaimana kita memandang musibah itu sebagai sebuah kenikmatan. Menurut ustadz yang menjadi nara sumber, selama ini kita selalu mempersepsikan kenikmatan dengan sesuatu yang enak, menyenangkan seperti kesehatan, uang yang banyak, harta yang berlimpah istri yang cantik, anak yang lucu dll, dan kita tidak pernah berfikir ada apa dibalik kenikmatan yang kita rasakan. Dan setiap kali kita ditimpa oleh suatu musibah seperti sakit, kehilangan atau apapun kita seringkali berburuk sangka dengan semua itu. Padahal Allah adalah Zat Yang Maha Pengasih dan Penyayang, dia juga orang yang Maha Pemberi, Maha pembuka rezeki dan juga Al Rasyid (sebagaimana di Tabloid Jumat Republikahari ini). Dengan sifat Al Rasid-Nya Allah itu maha tepat perhitungan-Nya. Tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa perhitungan. Semua yang terjadi itu pasti selalu tepat. Nah inilah yang kemudian menjadi dasar mengapa setiap muslim hendaknya memandang setiap musibah yang terjadi itu sebagai suatu kenikmatan.Terkait dengan musibah, dalam surat Al baqarah ayat 155 - 157 :" Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ;"Innaa lillaahi wa inna ilaihi raaji'uun", mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk" Terkait dengan musibah yang banyak terjadi akhir-akhir ini, tentunya tidak lantas menjadikan kita berburuk sangka kepada Allah. Namun saya memandang bahwa apa yang terjadi merupakan wujud rahmat dan kasih sayang Allah. Mungkin selama ini banyak hal yang kita lakukan sehingga mengakibatkan sesuatu yang tadinya seimbang menjadi tidak seimbang. Padahal sesuatu yang tidak seimbang sifatnya tidak akan lama dan akan kembali kepada kondisi keseiambangan kembali, bagaimanapun caranya. Baik dengan cara yang soft ataupun dengan cara yang frontal. Allah sendiri menyukai segala sesuatu yang seimbang. Keseimbangan ini dilihat dari diciptakannya langit dan bumi, siang dan malam, laki-laki dan perempuan, daratan dan lautan semuanya seimbang.Salah satu contoh misalkan banjir atau longsor bisa jadi karena keseimbangan resapan air terganggu. Demikian juga dengan hal lainnya. Dalam contoh kecil, kalau misalkan kita sakit, pasti telah terjadi proses ketidakseimbangan antara asupan kalori dan energi yang dikeluarkan atau antara waktu kerja dengan waktu istirahat dan waktu ibadah.Lantas...yang jelas segala sesuatunya harus dilakukan secara seimbang, proporsional dan pada tempatnya. Seperti hukum ekonomi yang selalu menuju kepada kondisi keseimbangan, lainnya pun demikian. Segala sesuatu nantinya akan menuju kepada proses keseimbangan, karena Tuhan menjadikan segala ciptan Nya pun dalam keseimbangan.

Tentang sukuk

Selasa kemarin, ada diskusi terbatas mengenai sukuk di Ruang Rapat A Gedung Perbendaharaan IV, di lapangan Banteng. Diskusi ini dikatakan terbatas karena memang hanya dihadiri oleh orang-orang pilihan dari institusi syariah seperti bank, asuransi, reksadana dan juga beberapa organisasi seperti MES, IAEI dan termasuk juga Asbisindo. Beberapa pegawai di lingkungan departemen keuangan juga turut. Ada 2 pembicara dalam rapat terbatas ini, pertama adalah Dirjen Pembiayaan Negara, Bapak Dahlan Siamat, dan juga staff pegawai dari HSBC. Menurut Bapak Dahlan Siamat, saat ini draft undang-undang sukuk telah disampaikan kepada Komisi XI DPR, 13 Maret lalu, dan ada optimisme bahwa sukuk akan dapat diterbitkan di tahun ini. Setelah hampir setahun sukuk, keberadaan undang-undang sukuk menjadi pertanyaan banyak orang. SEmentara itu, dari pihak HSBC menjjelaskan bagaimana prospek sukuk dalam negeri dan internasional. Perkembangan sukuk sangat cepat, sebagai data dipaparkan bahwa pada tahun 2002, penerbitan sukuk hanya berjumlah US $ 5 milyar , dan pada tahun 2006, jumlah ini meningkat menjadi US$16 milyar bahkan pertumbuhannya mencapai pertahunnya. Bbrapa negara yang menjadi client dari HSBC dalam penerbitan sukuk antara lain Malaysia, Qatar, Bahrain, Pakistan, Jerman, Brunei dengan skim yang paling banyak digunakan adalah skim ijarah. Sukuk dengan struktur pembiayaan ijarah merupakan paling banyak dipakai, walau saat ini sukuk dengan skim musyarakah, ijarah, itishna, istihmar.
Beberapa hal yang menarik dari diskusi ini muncul setelah adanya tanya jawab antara peserta dengan pihak penyaji. Ada yang nyeletuk " PAk, gimana kalau pemerintah langsung menerbitkan sukuk tanpa menunggu UU disyahkan DPR, perbankan syariah tanpa UU juga bisa..... Ini langsung dikomentari oleh Pak Dahlan Siamat, dia bilang tidak bisa blabla bla. Pak Adiwarman Karim yang kebetulan hadir di sana bilang bahwa keberadaan sukuk berbeda dengan perbankan syariah. kalau di sukuk, jelas kepentingan negara yang diperjuangkan, sedangkan dalam perbankan syariah masih ada pasal-pasal yang menjadi kontroversial. Yah sudahlah..apapun kita berharap UU SUKUK akan segera keluar karena potensi sukuk sebagai sumber pembiayaan negara sangat besar. Saat ini penggemar sukuk tidak hanya berasal dari Timur Tengah namun juga Eropa dan Asia. Bahkan menurut data yang terkumpul, di atas 50% sukuk yang diterbitkan merupakan sukuk yang diterbotkan oleh Malaysia dalam mata uang ringgit, kemana Indonesia.
Tapi satu hal yang sangat mengganggu pikiran saya adalah kenapa sukuk harus diganti dengan surat berharga syariah nasional? apakah bangsa ini pobhia dengan kata-kata berbau arab? Bukankah sukuk adalah kata yang sudah diakui internasional, simple dan lagian bukankan banyak bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa arab seperti ilmu, hayat, rejeki dll....atau mungkin bener kata temen saya, orang Indonesia kampungan......husssssshhhh :)

Saturday, March 24, 2007

Moneterisasi

Alhamdulillah, akhirnya saya bisa juga menuliskan satu dua kata di dalam blog tercinta ini. Hmm, moneterisasi ini adalah kata yang pernah diucapkan oleh seorang teman saya ketika dia sedang kesel-keselnya dengan seseorang yang selalu mengukur segala sesuatunya dari uang. Untuk berteman saja, lihat-lihat dulu apakah si teman akan membawa keuntungan apa tidak. Apalagi untuk diajak dalam suatu kegiatan yang sifatnya sosial ataupun dimintain tolong, jangan harap orang ini akan mau melakukannya kalau tidak ada iming-iming uang atau manfaat yang sifatnya dunia. Mungkin bagi mereka orang-orang yang suka melakukan praktik moneterisasi ini, melakukan sesuatu yang tidak dibayar atau tidak ada pamrihnya adalah sesuatu yang "wastinig time".
Siang ini, entah mengapa kalimat itu keluar lagi dari bibir saya, ketika seorang teman merasa bahwa seorang wanita itu hanya melihat pria dari kantongnya. Huah...tentu saja saya marah besar. Kontan saya bilang, tidak bisa digeneralisir gitu dong.......tiap orang beda. Tiap orang punya preferensi tertentu. Mungkin ada orang-orang yang memang segala sesuatunya dilihat dari kondisi financialnya,tapi tidak semua orang. Saya justru sangat tidak suka dengan sifat seperti itu meskipun saya wanita.....Tapi anehnya teman saya tadi malah marah, dan justru menganggap saya orang yang pesimis dalam memandang hidup. Betulkah? Hihihihi, saya tertawa di dalam hati...sambil berucap (kalau saya termasuk orang yang suka memoneterisasisegala sesuatu pasti ga nongkrong di PSTTI kali ya...hehheeh) Kalau dikatakan pesimis tidak juga. Saya selalu semangat dalam melakukan banyak hal, saya tetap bekerja, berusaha dan berdoa untuk yang terbaik. Saya tetap merencanakan masa depan saya dengan sebaik-baiknya. Dan saya sangat yakin bahwa dengan melakukan sesuatu dengan baik berarti kita akan profesional, dan ketika kita profesional, uang akan datang dengan sendirinya. Kondisi ini akan menjadi terbalik, manakala uang yang menjadikan motivasi bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Apalagi bagi seorang muslim. Karena bagi seorang muslim sudah sangat jelas, bahwa Allah akan menjadikannya sebagai seorang khalifah dibumi yang berkewajiban untuk memakmurkan bumi. Sehingga hukum bekerja dan berproduktifitas adalah kewajiban. Motivasinya tidak hanya materi namun juga sangat jangka panjang yang meliputi alam dunia dan akhirat yang diwujudkan dalam sebuah bentuk ibadah. Masalah hasil, biarlah Allah yang menentukan. Saya selalu percaya bahwa rejeki saya sudah ada, ga tertukar dan ga salah alamat....Itu pasti! Jadi., bagi saya ga perlu mengukur segala sesuatunya dari uang alias memoneterise segala sesuatu yang kita lakukan. Lagian dalam AL Quran Allah telah mengatakan bahwa "kalau kita berbuat baik, maka kebaikan itu untuk kita, dan jika kita melakukan kejahatan, maka kejahatan juga untuk kita". So,.......berbuat sesuatu dengan ikhlas dan tidak mengharapkan embel2 apa2 mungkin lebih wise ya.....

Monday, March 05, 2007

Kejujuran dalam berbisnis

Tadi pagi saya mendengar acara bincang pagi di sebuah radio swasta di jakarta. Kebetulan setiap selasa membahas masalah marketing yang nara sumbernya adalah Reza Syarif. Tadi pagi beliau memaparkan bagaimana menjadikan pelanggan tidak hanya sampai pada tataran loyal tapi juga pada tingkat fanatik. Salah satu contohnya adalah majalah sabili. Menurut beliau majalah ini memiliki sejumlah pelanggan yang tidak hanya loyal tapi fanatik. Dimana salah satu kuncinya adalah dengan melakukan edukasi. Tapi bagi saya bukan itu yang menarik. namun paparannya tentang top CEO dunia yang seluruhnya orang Amerika. Menurutnya mereka terpilih karena integritas yang dalam bahasa indonesianya kira-kira sama dengan kejujuran. Meskipun integritas lebih tinggi dari jujur, namun kejujuran tidak bisa diabaikan dalam berbisnis. Kejujuran juga sikap yang dicontohkan nabi ketika dia berkarir sebagai pedagang yang dipercayakan mengelola barang dagangan Khadijah. sehingga dengan kejujurannya ia pun dijuluki al amiin. Kembali kepada sikap jujur. Saya bahkan semua orang selalu berharap akan berkah dari Allah. Mendapat rahmatnya, limpahan rzkinya. Tapi kemudian saya berfikir "bagaimana berkah Allah, rahmat Allah dan limpahan karunia Nya akan turun kalau dalam tindakan kita banyak ketidakjujuran, banyak korupsi, kebohongan dan lainnya. Terlepas dari Allah Maha Pemberi Karunia dan Maha Pemberi Rahmat.....

Menabung dalam Islam

Hampir seminggu yang lalu saya dan rekan sesama pengajar berdebat mengenai menabung dalam Islam. Sebagian mengatakan bahwa menabung sebenarnya tidak dianjurkan dalam Islam, alasannya karena tabungan sejatinya umat muslim adalah tabungan di akhirat, sedangkan tabungan dunia tidak dianjurkan. Akibat adanya tabungan akhirat ini, maka pengeluaran konsumsi menjadi semakin besar. Kembali beliau merujuk kepada modelnya konsumsi Fahim Khan, yang memasukkan semua pengeluaran akhirat ( zakat, sedekah,infak dan wakaf dsj) kedalam konsumsi, dengan asumsi bahwa konsumsi total terdiri atas konsumsi dunia dan konsumsi akhirat. Sehingga dengan demikian pengeluaran untuk konsumsi menjadi besar dan akibatnya tabungan menjadi kecil bahkan mendekati 0.
Kalau saya, menabung itu perlu sebagaimana yang diajarkan oleh pengalaman nabi yusuf bahwa kita perlu menabung sebelum masa paceklik dalam kehidupan kita. Namun jawaban saya ini ditimpali oleh rekan lain yang mengatakan bahwa pelajaran dari nabi Yusuf adalah dalam konteks negara, kalau dalam konteks individu tidak wajib. Nah loh....bagaimana ini?
JIka tidak menabung so, bagaimana dengan masa depan kita? Bagaimana dengan anak kita, bukankah kita tidak sepatutnya meninggalkan generasi yang lemah. Nah, mungkin pendapat rekan saya yang pertama bisa dibenarkan artinya tidak wajib menabung, kalau sistem jaminan sosial di suatu negara begitu baiknya, semua fakir miskin dibantu negara, bahkan yang punya hutang sekalipun diberi santunan. Hingga pada masa pemerintahan Nabi, Abu Bakar dan sahabat berani menyumbangkan seluruh hartanya tanpa khawatir hari esok, karena baiknya sistem jaminan sosial yang adil dan distribusi yang merata. Namun saat ini saya hidup di Indonesia, dimana ketimpangan sosial demikian lebar, jangankan antar daerah. Di Jakarta saja, di daerah Cilincing, masih ada daerah yang merupakan kelurahan tertinggal, mana terkena banjir lagi. Bayangkan anak balita di sana, makan biskuit saja tidak pernnah, apalagi minum susu. Miris ya? sangat kontras dengan mobil-mobil mewah yang bersileweran di jalanan atau fenomena di mall mall yang selalu ramai atau gaya hidup orang jakarta lainnya. Dengan kondisi ini masihkah tidak harus menabung setidaknya untuk berjaga pada saat kita sakit atau tiba-tiba tidak mampu bekerja, bukankah seorang muslim itu sebaiknya tidak menengadahkan tangan untuk meminta belas kasihan orang lain? bukankah seorang muslim punya harga diri atau izzah untuk tidak meminta-minta? Kalau menurut Fahim Khan sediri, di negara yang muslimnya semakin taat, maka tingkat tabungannya justru akan semakin tinggi. Kenapa demikian? Karena menurut beliau perilaku seorang muslim dalam konsumsi itu tidak boleh boros dan berlebih-lebihan (lihat QS Al Israa 26) , sehingga tingkat konsumsi dunianya rendah dampaknya tabungan akan meningkat. Nah berarti tabungan boleh dong......
Saya bertanya kepada dosen ushul fiqih, pendapatnya beda lagi.Katanya menabung itu wajib, minimal untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dan juga keluarga, menurut beliau yang tidak boleh adalah menimbun atau ikhtinas. Menabung dan menimbun adalah sesuatu yang beda. Yang dilarang itu menimbun. Dalil wajib menabung katanya dapat dpt dilihat dalam surat Annisa ayat 9, surat al hasyr ayat 18 dan surat albaqarah 34, yang intinya ketika kita punya pendapatan maka tidak semua dihabiskan untuk konsumsi (dunia dan akhirat) tetapi sebagian hendaknya ditahan, di tahan dalam hal ini adalah disimpan atau ditabung.
Saya sendiri, menurut hati kecil saya, menabung its ok, setidaknya berjaga-jaga kalau saya atau keluarga terdekat saya sakit atau untuk suatu keadaan darurat lainnya, sehingga tidak menyusahkan atau merepotkan orang lain. Bagaimana pendapat yang lain ya......?

Thursday, March 01, 2007

Paparan INCEIF

Jumat kemarin bertempat di Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia seminar tentang perbankan syariah. Hadir sebagai pembicara tunggal adalah Prof Dr. Malik Muhammed Mahmud al Awan, chief academic officer and Dean of The Faculty, INCEIF. Ada beberapa hal yang sempat tercatat dalam benak saya. Pertama, meskipun share perbankan syariah masih kecil namun sistem ini mengalami pertumbuhan yang cepat. Sistem ini bisa diterima tidak hanya di negara-negara Asia, namun juga negara-negara Barat bahkan Amerika sekalipun. Disadari atau tidak sistem ini memang harus diakui kelebihannya seperti keterkaitannya dengan sektor riil, semangat keadilan dan konsep mashlahah. Sehingga sistem ini sangat layak dikembangkan. Kedua, Indonesia meskipun negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar namun share nya terkecil jika dibandingkan negara-negara lainnya seperti Malaysia, Bahrain, dan lain-lainnya. Satu lagi yang sempat saya ingat bahwa dewan syariah tidak saatnya lagi untuk mengatakan ini halal atau haram tapi harus dijelaskan dengan secara rasional mungkin kenapa ini halal dan kenapa itu haram. Disebutkan juga, bahwa perkembangan perbankan syariah tidak akan optimal tanpa keseriusan dan political wiil yang jelas dari pemerintah.

Monday, February 26, 2007

Demokrasi, Ekonomi dan Pandangan Islam about It

Hari ini editorial media indonesia mengutip pernyataan Budiono dalam orasi ilmiah terkait dengan pengukuhannya sebagai guru besar di Universitas Gajah Mada. Isu yang diangkat mengaitkan antara ekonomi dan politik, yaitu tentang hubungan antara proses demokrasi. Menurutnya, demokrasi di Indonesia saat ini belum berada pada zona aman. Demokrasi Indonesia yang tergolong terbesar di dunia masih memerlukan waktu yang cukup panjang untuk mencapai zona aman. Dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 7% per tahunnya dan dengan laju pertumbuhan penduduk 1,2% setahun, diperkirakan pendapatan per kapita tumbuh sekitar 5,8% setahun. Dengan data tersebut, maka diperlukan waktu sekitar 9 tahun lagi bagi Indonesia untuk mencapai zona aman demokrasi.
Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar didunia yang mayoritas muslim, maka tentunya akan menjadi suatu prestasi terbesar dan membanggakan bila dapat menjadi suatu negara demokrasi. Namun demokrasi ini tentunya perlu didukung oleh kestabilan ekonomi.Karena jika tanpa disertai kemapanan dalam perekonomian hal ini akan merusak proses demokrasi itu sendiri. Kita dapat belajar dari pengalaman Indonesia sewaktu mengalami krisis. Krisis ekonomi yang terjadi di kwartal ke empat 2007 pun akhirnya menjatuhkan rejim yang berkuasa. Karena pentingnya kestabilan ekonomi dalam mendukung demokrasi maka proses demokrasi yang menghambat pertumbuhan ekonomi harus dihapuskan. Sehingga perlu keseimbangan antara teknokrasi dan demokrasi.
Keseimbangan teknokrasi dan demokrasi ini oleh Media Indonesia dijabarkan lebih dalam dan lebih taktis. Presiden selaku kepala eksekutif, hendaknya berani mengambil langkah-langkah teknokrasi di bidang ekonomi yang semakin rasional dan DPR diminta untuk menghormati kebijakan teknokrasi yang diambil cabinet.
Membaca ini sekilas mengingatkan saya akan pemikiran Amartya Sen. Peraih nobel ekonomi di tahun 2001 (kalo ga salah). Amartya Sen juga mencoba melihat keterkaitan antara demokrasi dengan tingkat kemiskinan di suatu negara. Menurutnya, jika suatu negara memiliki indeks demokrasi yang semakin tinggi maka semakin baik proses redistribusi pendapatan yang berlangsung. Sehingga tingkat kemiskinan di negara demokrasi idealnya semakin rendah.
Saya kemudian mulai mempertanyakan bagaimana Islam memandang demokrasi. Dari hasil diskusi saya dengan orang-orang yang saya anggap kompeten, maka saya pun mencoba untuk menuliskannya. Bagaimanapun, Islam adalah agama yang menjunjung tinggi suatu proses demokrasi. Penghargaan Islam atas demokrasi dilihat dari ayat yang terkait dengan musyawarah. Allah menurunkan surat tersendiri untuk musyawarah yaitu Asy Syuura, tepatnya ada di ayat ke -38, disana dikatakan sebagai berikut: “ Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan sholat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. “
Ayat lain tentang musyawarah tertera juga dalam Surat Ali Imran ayat 159, yang menyatakan “ Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, Karena itu, maafkanlah mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada –Nya.”
Meski demikian demokrasi dalam islam berbeda dengan demokrasi ala barat. Demokrasi islam adalah demokrasi yang sesuai dengan nilai-nilai syariah Islam sebagaimana termaktub dalam Al Quran dan hadits. Sehingga dikenal dengan istilah Theo Demokrasi atau Demokrasi Theisme atau demokrasi ketuhanan, dimana proses demokrasi maupun hasil kesepakatan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai syariah. Contohnya, keharaman khamar dalam al quran sudah jelas sehingga tidak perlu dimusyawarahkan lagi boleh tidak mengkonsumsi khamar.
Proses musyawarah dilakukan hanya untuk hal-hal yang memang tidak ditemukan dalam al quran atau hadits proses penyelesaiaannya. Sehingga yang namanya shuratic process (proses menemukan kesimpulan terbaik) Menurut mashudul Alam Choudury atau Ijtihad Jama’I paling banyak dilakukan untuk hal-hal yang terkait dengan ibadah muamalah. Untuk ibadah yang sifatnya ubudiyah, proses ini sangat jarang ditemukan bahkan hampir tertutup. Kegiatan musyawarah pun hanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kapasitas, kapabilitas dan juga kompetensi di bidang yang terkait, dikenal dengan istilah dewan shuro.
Bagaimana hubungan shuratic process ini dengan ekonomi? Tentunya sangat erat, karena kegiatan ekonomi dalam Islam adalah bagian dari ibadah muamalah. Dalam keputusan ekonomi tentunya perlu dilakukan shuratic process untuk hal-hal yang tidak diatur dalam alquran dan alhadits. MUngkin tulisan ini masih perlu disempurnakan. Tapi tidak hari ini karena saya cuaapek banget (hehehhe, kalau ini ikutan style teman saya yang berinisial MA). Mudah2 an dia ga baca ya……he he

Sunday, February 25, 2007

Acara Pengukuhan Guru Besar UI

Sabtu kemarin, saya diminta atasan saya untuk menghadiri pengukuhan kedua orang temannya sebagai guru besar di Fakultas Ekonomi Univesrsitas. Mulanya saya enggan untuk masuk. Begitu mendapatkan bahan orasi saya mau langsung cabut. Alasannya Cuma satu “Saya minder” Tapi pikiran saya kemudian berubah. Saya kemudian bertanya dalam hati “Kenapa saya harus tidak masuk?” Bukankah ini suatu kesempatan bagi saya untuk melihat secara langsung acara pengukuhan guru besar di Universitas Indonesia. Bukankah tidak semua orang punya kesempatan seperti saya? Alasan minder? Kenapa harus? Akhirnya dengan segenap keberanian saya paksakan diri saya untuk masuk ke dalam aula FKUI.

Di pintu masuk dicegat. HP dan kunci harus dikeluarkan! Hehehe saya nyengir dalam hati. Tau sendiri kan HP saya seperti apa? Asli HP anti copet banget. Sekali lagi hati saya menjawab, “Bodo amat!” akhirnya dengan cueknya saya keluarkan HP anti copet saya. Tidak saya pedulikan pandangan petugas di pintu masuk dan terus masuk ke dalam yang ternyata sudah 90 persen penuh. Sekali lagi tidak berani menatap ke sekeliling. Hihihihi saya jalan dan tunduk.

Akhirnya setelah rombongan wapres tiba acara di mulai. Sepintas saya teringat dengan ucapan Pak Mustafa, waktu dia ke Kamboja katanya PM jalan tanpa pengawal. Barusan saya lihat pengawal presiden sekitar 10 orang yang ikut masuk belum lagi yang berjaga-jaga di luar. Sampe ring berapa ya pengawalannya?

Ketika rombongan guru besar UI masuk semua hadirin di minta untuk berdiri. Acara di pimpin langsung oleh rector. Yang pertama kali dikukuhkan adalah Pak Suroso. Setelah itu beliau diminta untuk menyampaikan orasinya. Tema yang diusung adalah Etika dalam Keuangan. Dalam orasinya ini beliau mengatakan bahwa saat ini dalam hal keuangan orang tidak lagi memiliki nilai-nilai etika dan cenderung mengabaikan tanggung jawab sosialnya. Untuk mendapatkan kemapanan financial. Contohnya dengan menyimpan uang dengan praktik riba, kita cenderung untuk mengharapkan imbal hasil yang tinggi tanpa memikirkan orang lain yang menderita kerugian. Upaya untuk menghasilkan profit yang tinggi dengan cara beroperasi yang efisien seringkali menimbulkan banyak kerugian. Seperti upah yang murah, kerusakan lingkungan, penghematan bahan baka, pengurangan biaya maintenance sehiingga dampak yang kita rasakan akhir-akhir ini seperti kecelakaan yang terjadi di semua lini transportasi diduga karena kita terlalu mengejar efisiensi dan mengabaikan tanggung jawab kita serta hak dari orang lain. Gencarnya sejumlah perusahaan dalam melakukan aksi corporate social responsibility (CSR) seringkali didasari oleh motif sebagai pengurang pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah, menurutnya ini adalah salah satu tindakan tidak etis dalam hal keuangan.

Orasi kedua disampaikan oleh Dr Susiyati Bambang Himawan. Tema yang diusung adalah Desentralisasi dan Upaya untuk Meningkatkan Pelayanan di Sektor Publik. Menurutnya, salah satu tujuan dari desentralisiasi adalah untuk semakin meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Bahkan lebih jauh dengan adanya desentralisasi dapat mengeliminasi kemiskinan di Indonesia. Meskipun pada kenyataannya desentralisasi fiscal dinilai belum berhasil karena banyaknya ketidaksesuaian kondisi ideal dengan yang terjadi di lapangan.

Thursday, February 22, 2007

Zakat dalam Pendapatan Nasional

Bagaimana fungsi zakat dihubungkan dengan pendapatan Nasional? Setidaknya ada dua pandangan mengenai hal ini. Pandangan pertama, menganggap bahwa zakat setara pajak sebagai pengurang pendapatan disposable, sehingga jika pendapatan dipotong pajak, maka disposable income akan semakin kecil dan dampaknya akan mengakibatkan nilai konsumsi yang semakin kecil pula. Pandangan kedua, memperlakukan zakat sebagai bagian dari pengeluaran konsumsi. Pandangan ini didasari oleh pemikiran bahwa konsumsi seorang muslim dibagi atas 2 yaitu konsumsi yang sifatnya dunia dan juga konsumsi yang sifatnya akhirat. Dalam konsumsi akhirat ini termasuk diantaranya zakat, wakaf, sedekah dan lainnya.
Bagaimana efek zakat terhadaap mpc. Dengan mengambil pendekatan kedua sebagai landasan berfikir, maka hasil penelitian yang dilakukan oleh Fahim Khan menunjukkan bahwa pembayaran zakat akan meningkatkan mpc dan jika ini dikaitkan dengan multiplier maka semakin besar mpc maka akan semakin besar multiplier. Sehingga dengan semakin banyak zakat maka efeknya terhadap pendapatan nasional akan semakin meningkat. Bagaimana mekanismenya? Digalakkannya zakat akan maka sebagian belanja konsumsi mustahik diberikan kepada muzakki. Dengan demikian belanja konsumsi muzakki akan meningkat. Tidak hanya dihabiskan untuk konsumsi dampak zakat lainnya adalah digunakannya dana zakat oleh muzakki untuk menabung dan berinvestasi sehingga pendapatannya menjadi meningkat dan hal ini akan merubah status muzakki menjadi mustahik, dari kelompok miskin menjadi kelompok tidak miskin. Karena dalam islam sangat jelas batasan miskin dilihat dari nisab. Jika pendapatan berada di atas nisab maka termasuk kelompok mustahik (wajib zakat) dan bila di bawah garis nisab maka masuk dalam kelompok miskin dan wajib mendapatkan zakat (wajib menerima zakat). Allahua'lam bisshowab .

Seminar MES Februari

Seminar bulanan MES pada bulan ini bertempat di menara BTN, sekaligus dengan acara perayaan HUT BTN ke 57. Dalam acara ini tampil ibu Siti Fadjriah sebagai keynote speech dan sambutan oleh ketua MES Aries Mufti. Isu yang dilontarkan adalah tentang kemungkinan merger bank BUMN, yang mana jika dimerger maka share pasar akan menjadi 37 %, dan ini menyalahi aturan KPPU. Isu dari pihak BUMN sebagian akan dijual ke asing, benarkah?
Menurut Ibu Siti Fadjriah, bank yang melayani usaha kecil dan mikro (BRI kali ya) tidak akan di merger....wait n see.
Acara ini bertemakan tentang PEMBENAHAN MANAJEMEN PERBANKAN SYARIAH DLM MENGHADAPIINDSUTRI PRBANKAN 2010. Acara ini dibagi kedalam 2 sesi. Sesi pertama seminar dan diskusi yang dimoderatori oleh bapak M Syakir Sula, dan hadir sebagai pembicara antara lain Hannawidjaya, Iqbal Lantaro dan juga Rizqullah. Sesi kedua masih dimoderatori oleh orang yang sama hanya saja sesi kedua ini diisi dengan acara bedah buku Bank and FinancialInstitution Management; Conventional &Sharia yang ditulis oleh bapak Prof.Dr.Veitzhal Rivai(Penulis). Sebagai pembahas antara lain : Pror.Dr.SofyanS.Harahap (Guru BesarUniv.Trisakti/Ketua MES) dan .Ir.Adiwarman A.Karim,SE,MBA,MAEP (Predir KBC/Ketua MES). Menurut pemaparan penulis buku yang ditulis setebal 1400 itu dikerjakan selama setahun dan dibantu oleh anak dan keponakannya. Ada beberapa kritik yang dilontarkan oleh pembahas seperti sedikitnya bahasan tentang syariah, dan tidak ada pemaparan peran bank sentral dalam kacamata islam, sedangkan kritik dari Adi Warman karim adalah banyak informasi yang sudah tidak up todate seperti masalah undang-undang yang sudah tidak berlaku, masalah penulisan daftar pustaka yang tidak tercantum dan lainnya.

Wednesday, February 21, 2007

International Roundtable Discussion tentang arsitektur Perbankan Syariah di Indonesia

Pagi tadi ada acara roundtable discussion di Bank Indonesia terkait dengan arsitektur perbankan Bank Indonesia. Sebagai keynote speech dalam acara ini adalah bapak Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah. Dalam sambutannya beliau mengatakan bank syariah meskipun saat ini sharenya masih kecil dalaml perbankan nasional namun memiliki dampak yang luar biasa terutama dalam menjalankan fungsi intermediasi. Lebih dari itu, bank syariah tumbuh secara cepat dalam 5 tahun terakhir. Karenanya, Bank Indonesia sebagai Bank SEntral merasa perlu untuk memberikan ruang yang lebih besar untuk pengembangan industri perbankan ini. Salah satu wujud kepedulian perbankan syariah adalah dengan membuat program percepatan pertumbuhan perbankan syariah yang dikenal dengan program akselerasi , dimana sampai dengan tahun 2008 ditargetkan share perbankan syariah mencapai 5 persen dari total perbankan nasional. Beberapa upaya yang dilakukan antara lain dengan melakukan sosialisasi yang melibatkan akademisi, praktisi, maupun alim ulama. Hal lain yang dilakukan adalah dengan dukungan regulasi, dan pengembangan sumber daya insani (SDI).

Acara ini terdiri atas dua sesi. Sesi pertama dihadiri oleh 3 orang pembicara yaitu Bapak Triono Widodo dari Direktorat Riset dan Kebijakan Moneter, kemudian bapak Edy Setiadi dari DBPS dan satu lagi sebagai pembahas dari draft arsitektur perbankan syariah Indonesia yaitu Bapak Mohammad Obaidullah dari IRTI. Bapak Triono Widodo memaparkan bagaimana perkembangan ekonomi Indonesia dari sisi makroekonomi. Masalah utama yang dibahas adalah kondisi perekonomian di Indonesia, dimana pertumbuhan ekonomi tidak memberikan dampak positif pada kondisi perekonomian yang low investmen, low labor absorption. Semuanya dikarenakan AS yang rigid, sehingga sedikit perubahan agregat demand akan berdampak kepada inflasi yang tinggi.

Pak Edi Setiadi memaparkan tentang blue print arsitektur perbankan syariah indonesia, yang berisi tentang tantangan ekonomi makro, A brief on Indonesia Islamic Banking INdustry dan BLue print. Dalam Blueprint ini ditegaskan target bank syariah sampai dengan tahun 2005 antara lain; kepatuhan kepada prinsip syariah, kehati-hatian, menciptakan industri perbankan syariah yang kompetitif dan efisien, stablilitas yang sistemik dan bermanfaat bagi masyarakat, SDM yang kompeten, dan memaksimalkan fungsi sosial (microfinance, dan kaum dhuafa).

Dengan bertujuan kepada falah dan berlandaskan kepada ahlak dalam tingkat mikro diharapkan dapat menciptakan pelaku-pelaku bisnis yang amanah, fathonah, shiddiq, tabligh dsb sehingga dalam level makro tercipta kondisi yang jauh dari unsur spekulasi dan gharar, berkembangnya sistem bagi hasil dan investasi, fungsi sosial yang semakin meningkat sehingga tercapai kondisi ekuilibrium perekonomian. Selanjutnya dilakukan analisis swot terhadap arsitektur perbankan syariah untuk melahirkan sejumlah inisiatif (langkah-langkah strategis).

Dari IRTI mengomentari tentang Arsitektur perbankan syariah Indonesia. Beberapa hal yang dikomentari adalah masalah keterkaitan antara sektor riil dan moneter, masalah riba dan spekulasi dan dampaknya terhadap perkembangan makroekonomi, masalah kompetensi bank syariah, SDM dan juga microfinance dan voluntary sektor.

Sesi pertama ini dimoderatori oleh Bapak Wimboh Santoso. Sesi pertama diakhiri oleh dua babak Tanya jawab. Babak pertama ada 3 pertanyaan. Penanya pertama Bapak Sofyan Syafri Harahap. Ada 3 pertanyaan yang masing-masing ditujukan kepada tiga penanya. Pertanyaan pertama terkait dengan masalah kondisi perekonomian makro dengan sejumlah masalahnya, bagaimana pemakalah melihat prospek ekonomi islam untuk dapat berkontribusi dalam memecahkan masalah ekonomi Indonesia secara makro? Apakah ada kemungkinan untuk mengganti bank konvensional dengan bank syariah? Kepada penyaji dari Direktorat perbankan syariah (dalam hal ini Pak Edi Setiady) ditanyakan bagaimana seandainya pemilik bank syariah bukan muslim, bagaimana kebijakan BI? Karena dikhawatirkan akan terjadi kebijakan-kebijakan yang tidak islami. Pertanyaan ketiga ditujukan kepada Bapak Mohammad Obaidillah: ditanyakan apakah IDB punya rencana membuat sebuah arsitektur perbankan syariah internasional karena selama ini kita mengetahui masing-masing Negara memiliki model sendiri-sendiri seperti model Malaysia, model timur tengah dan sebagainya. Bagaimana kita mengintegrasikan hal ini?
Pertanyaan kedua terkait dengan masalah pentingnya perubahan mental birokrat dalam upaya restrukturisasi perekonomian nasional. Kemudian bagaimana mengaitkan microfinance dengan poverty alleviation dan juga bagaimana bank Indonesia menempatkan lembaga keuangan non bank dalam arsitektur perbankan syariah?
Sesi kedua, dilanjutkan dengan presentasi dari IRTI-IDB yaitu tentang ISFID (islamic financial services industry development) atau ISFID, ten year framework. Presentasi kedua oleh Direktur Kebijakan Pembiayaan Islam, Dahlan Siamat. Sesi kedua dimoderatori oleh Dadang Muljawan. Presentasi di sesi II diakhiri oleh tanya jawab yang secara umum menilai bahwa departemen keuangan kurang bahkan tidak mendukung BI dalam mengembangkan sistem keuangan syariah di Indonesia. Jawabannya, BI independen sedangkan Departemen Keuangan memiliki banyak keterkaitan dengan bagian lainnya.

Monday, February 19, 2007

Seminar Intermediasi Perbankan dan Sektor Riil

Hari ini ada seminar tentang intermediasi perbankan dan sektor riil di universitas Yarsi, Cempaka Putih Jakarta Pusat. Idealnya ada 4 pembicara dalam acara ini, yaitu Mr. Sugeng dari Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, Anggito Abimanyu dari Departemen Keuangan, Mustafa Edwin mewakili program pasca sarjana KTTI, dan juga M. Luthfi dari BKPM. Dari 4 orang ini ternyata hanya ada 2 orang yang hadir yaitu Sugeng dan MEN. Hasil dari seminar ini antara lain, bahwa upaya untuk menstabilkan perekonomian nasional itu mahal, setidaknya dibutuhkan biaya 200 juta untuk membayar suku bunga. Menurut Pak Sugeng, aksi spekulasi di Indonesia sangat liar, dan seringkali mengganggu kestabilan moneter. SEdikit saja perubahan suku bunga maka terjadi capital outflow. Contoh paling nyata, sebelum krisis Indonesia menerapkan sistem nilai tukar mengambang, kemudian karena cadangan devisa tidak cukup kuat untuk memback up inflasi yang terus terjadi, maka sistem nilai tukar berubah menjadi manage exchange rate. Pada saat ini aksi spekulasi terus marak sehingga pada akhirnya cadangan devisa tidak mampu untuk menahan inflasi sehingga diterapkan sistem nilai tukar mengambang. Kenapa di Saudi Arabia inflasi hampir 0 persen? karena di saudi menerapkan nilai tukar yang bersifat fixed. Arab saudi memiliki cadangan devisa yang cukup besar baik dari hasil minyak maupun dari kegiatan haji, sehingga laju inflasi bisa ditekan...
Mengenai upaya untuk mengurangi dana idle di BI dalam bentuk SBI, saat ini mulai dipikirkan bagaimana menerapkan SBI dalam jangka panjang. Sehingga bank akan berfikir disalurkan atau disimpan di SBI. Apakah SBI mungkin untuk dihapuskan? Jawabannya mungkin cuma perlu dipikirkan bagaimana model penggantinya.
Bagaimana dengan bank syariah? BAnk syariah adalah bank yang berpraktik sesuai dengan syariah Islam. Dalam Islam uang sebagai alat tukar yang sifatnya flow harus dialirkan di sektor riil sehingga tidak boleh ada dana idle. Dalam Islam, tambahan yang terjadi tanpa adanya aktifitas di sektor riil sama dengan riba. Hal ini yang menjadi dasar mengapa bank syariah harus menyalurkan dana pihak ketiga ke sektor riil. Sehingga secara teori perbankan syariah akan menjalankan fungsi intermediasi secara lebih baik.

Thursday, February 15, 2007

Membaca dan Berwawasan

Hari ini dan dua hari yang lalu saya menjadi juri olimpiade ekonomi syariah di acara second yang diselenggarakan anak-anak fossei. Mulanya ga pede, tapi setelah diyakinkan akhirnya saya berani juga tampil sebagai juri dan bisa memberikan beberapa komentar. Melihat mereka, ada rasa iri di dalam hati, mereka muda-muda, energik dan berwawasan luas. Hal yang terakhir mungkin perlu digaris bawahi. Berwawasan luas bukan anugerah yang jatuh dari langit. Ia harus diusahakan. Dengan banyak cara: mendengar, melihat, membaca, mengkaji dan memikirkan. Ada 5 M. Dari 5 ini ada aktifitas yang sepertinya agak terabaikan.
Rasanya dalam beberapa bulan terakhir aktivitas membaca saya agak menurun. Alasan sibuk, capek, dikejar deadline dan sebagainya muncul jadi PEMBENARAN. Padahal aktivitas saya menuntut saya untuk selalu memiliki banyak wawasan. Hm, ibarat sapi saya cuma diperah susunya tapi ga pernah dikasih makan. Air dalam gelas, kalau terus-terusan diminum dan ga pernah diisi pasti akan habis. Ngeri rasanya membayangkan otak saya kering kerontang, seperti sawah yang retak-retak pada musim kemarau. hiiiiiiii serem! so, kesimpulannya? BACA itu HARUS!!!!!!!!!